A. Pendahuluan
Karya sastra merupakan hasil kreasi
sastrawan melalui kontlemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai
fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Sebagai sebuah karya seni yang
lazim memanfaatkan bahasa sebagai mediumnya maka bahasa sastra memiliki peran
sentral. Dengan demikian bahasa sastra sekaligus menjadi alat bagi sastrawan
sebagai komunikator untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada pembaca sebagai
komunikasi atau apresiatornya.
Menurut Abrams (dalam Al-Ma’ruf, 2009:2)
Bahasa satra berhubungan dengan fungsi semiotic bahasa sastra. Bahasa merupakan
system semiotik tingkat pertama (first
order semiotic), sedangkan satra merupakan system semiotik tingkat kedua (second order semiotic).
Bahasa sastra memiliki beberapa ciri
antara lain sebagai bahasa emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan
bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang rasional dan denotatif. Secara
rinci, bahasa sastra memiliki sifat antara lain emosional, konotatif, bergaya
(berjiwa), dan ketidaklangsungan. Sifat sastra yang lain dapat dilihat dari
segi gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan bahasa merupakan bahasa yang digunakan
secara khusus untuk menimbulkan efek tertentu, khususnya efeks estetis menurut
Pradopo (dalam Al-Ma’ruf, 2009:4).
Sifat bahasa sastra yang lain dapat
dilihat dari segi gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan gaya bahasa yang digunakan
secara khusus untuk menimbulkan efek tertentu, khususnya efek estetis (Pradopo,
1997:40). Keraf (dalam Al-Ma’ruf, 2009:138) menegaskan, bahwa gaya bahasa
disusun untuk mengungkapkan pikiran secara khas yang memperlihatkan perasaan
jiwa dan kepribadian penulis. Menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Al-Ma’ruf,
2009:138) gaya bahasa itu adalah cara yang khas yang dipakai seorang untuk
mengungkapkan diri pribadi.
Genre sastra
atau jenis sastra dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu sastra
imajinatif dan nonimajinatif. Dalam praktiknya sastra nonimajinatif terdiri
atas karya-karya yang berbentuk esei, kritik, biografi, otobiografi, dan sejarah. Yang
termasuk sastra imajinatif ialah karya prosa fiksi (cerpen, novelet, novel atau
roman), puisi (puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik), dan drama (drama
komedi, drama tragedi, melodrama, dan drama tragikomedi).
Lirik lagu
termasuk dalam genre sastra karena lirik adalah karya sastra (puisi) yang
berisi curahan perasaan pribadi, susunan kata sebuah nyanyian (KBBI,
2003:678). Jadi lirik sama dengan puisi tetapi disajikan dengan nyanyian yang
termasuk dalam genre sastra imajinatif.
Abid Ghoffard Aboe Dja’afar, pria yang
kini dikenal sebagai Ebiet G Ade ini adalah seorang penyanyi dan penulis lagu
yang karya-karyanya telah melegenda dan terkenal dengan balada yang syahdu dan
syair-syair sarat makna dari lagu-lagu yang dibuatnya.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah: (1) Bagaimana style ‘gaya bahasa’ pada lirik lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ karya Ebiet G Ade. (2) Bagaimana tinjauan
semiotika dalam lirik lagu ‘Titip Rindu
Buat Ayah’ karya Ebiet G Ade. Adapun
tujuan tulisan ini adalah untuk: (1) Mendeskripsikan style ‘gaya bahasa’ pada lirik lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ karya
Ebiet G Ade. (2) Mengungkapkan makna dalam lirik lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ karya Ebiet G Ade.
Manfaat teoritis
ini adalah (1) Kajian stilistika ini memberikan kontribusi bagi pengembangan linguistik terapan dan
studi sastra sekaligus dalam analisis karya sastra. (2) meletakkan dasar-dasar
bagi penelitian stilistika karya sastra yang lain, baik puisi, lirik lagu,
maupun teks drama/lakon. Adapun manfaat praktis kajian ini adalah: (1) memberikan
pemahaman kepada pemerhati sastra dalam mengapresiasi karya sastra terlebih
satra sufistik ditinjau dari stilistika. (2) memberikan alternatif bahan ajar
yang relatif masih jarang bagi para pengajar bahasa dalam pembelajaran
stilistika.
B. Kajian Teoritis
Karya sastra yang dibahas dalam penelitian ini
adalah lirik lagu dengan fokus gaya bahasa dengan menggunakan teori stilistika.
Lirik adalah karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, susunan
kata sebuah nyanyian (KBBI, 2003:678). Lagu adalah suatu kesatuan musik yang
terdiri atas susunan perbagai nada yang berurutan (Ensiklopedia Indonesia dalam
Fillaili).
Beberapa konsep teoritis yang berkaitan
dengan penelitian ini akan dideskripsikan sebagai berikut:
1. Style’
Gaya Bahasa
Gaya
bahasa adalah cara pemakian bahasa dalam karangan atau bagaimana seorang
pengarang menggunakan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams, 1981:190-191).
Gaya bahasa dalam karya sastra dipakai pengarang sebagai sarana retorika dengan
mengeksploitasi dan memanipulasi potensi bahasa. Sarana retorika merupakan
sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran, menurut Altenberd dan Lewis
(dalam Al-Ma’ruf, 2009:7-9).
Gaya
bahasa sebagai gejala penggunaan sistem tanda , dapat dipahami bahwa gaya
bahasa pada dasarnya memiliki sejumlah matra hubungan. Matra hubungan tersebut
dapat dikaitkan dengan dunia proses kreatif pengarang, dunia luar yang
dijadikan obyek dan bahan penciptaan, fakta yang terkait dengan aspek internal
kebahasaan itu sendiri, dan dunia penafsiran penanggapnya (Aminuddin, 1995:54).
Sesuai
dengan pengertian stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam
menggunakan sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan, dari
kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk karya sastra itu yang dijadikan
sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan system tandanya (Aminuddin,
1995:46).
2. Teori Stilistika
Stilika adalah proses menganalisis karya sastra
dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan
sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam
rangka menuangkan gagasannya (subject
matter).
Menurut Abrams (dalam Al-Ma’ruf, 2009:19)
mengemukakan stilistika kesusastraan merupakan metode analisis karya sastra. Stilistika
dimaksudkan untuk menggantikan kritik sastra yang subjektif dan impresif dan
ilmiah.
Ratna (dalam Al-Ma’ruf, 2009:10) menyatakan,
stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki pemakai bahasa dalam karya satra,
dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya. Menurut Junus (dalam
Al-Ma’ruf, 2009:11), hakikat stilistika adalah studi mengenai pemakaian bahasa
dalam karya sastra. Stilistika dipakai sebagai ilmu gabungan, yakni linguistik
dan ilmu sastra. Stilistika sebagai ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa dalam
karya sastra yang berorientasi linguistik atau menggunakan parameter linguistik
3. Lirik Lagu
Lirik
lagu termasuk dalam genre sastra karena lirik adalah karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan
pribadi, susunan kata sebuah nyanyian (KBBI, 2003:678). Jadi lirik sama dengan
puisi tetapi disajikan dengan nyanyian yang termasuk dalam genre sastra
imajinatif. Setiap lagu pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin disampaikan
kepada masyarakat sebagai pendengarnya. Lagu berisi barisan kata-kata yang
dirangkai secara baik dengan gaya bahasa yang menarik oleh composer dan
dibawakan dengan suara indah penyanyi.
4. Teori Semiotik
Menurut
Pradopo (1995: 119-120) semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda.
Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial / masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Menurut
Pradopo (1995:119) semiotik adalah ilmu tanda-tanda. Tanda mempunyai dua aspek
yaitu petanda (signifier) dan petanda
(signified). Penanda adalah bentuk
formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah
sesuatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya.
Jenis-jenis
tanda yang utama ialah ikon, indeks, dan
simbol. Ikon adalah tanda yang
menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan
petandanya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat)
antara penanda dan petandanya. Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya
bersifat arbitrer.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Pada hakikatnya penelitian
kualitatif menitikberatkan pada analisis isi (content analysis), yaitu
penelitian yang mementingkan pengkajian isi dengan tujuan memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam objek penelitian yang dijabarkan secara verba. Menurut
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005:8), metode deskriptif merupakan metode
penelitian yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan data, menyusun,
mengklasifikasikan dan menginterpretasikan data. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data, mengklasifikasikan
data dan menginterpretasikan data. Penelitian ini mengkaji dan mendeskripsikan
gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ karya Ebiet G Ade.
Data penelitian ini
adalah gaya bahasa yang terdapat dalam sembilan buah lirik
lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ karya Ebiet G Ade.
Sumber data yaitu teks lirik lagu Titip Rindu Buat Ayah.
D. Hasil dan Pembahasan
Kajian stilistika lirik lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ karya Ebiet G
Ade, akan dibagi dalam empat aspek yaitu gaya bunyi, gaya kata (diksi), gaya
kalimat, dan citraan. Setelah itu akan dikaji dengan kajian semiotik Sebelumnya akan dipaparkan syair lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ karya Ebiet G
Ade:
I
Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur
deras
namun kau tetap tabah hm…
II
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan
III
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm…
IV
Namun semangat tak pernah pudar
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
V
Ayah, dalam hening sepi kurindu
untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
VI
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm…
VII
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
1.
Gaya Bunyi
Pada syair lagu,
gaya bunyi dapat menimbulkan efek dan kesan tertentu. Bunyi dapat menekankan
arti kata, meenginfestasikan kata dan kalimat, bahkan mendukung penciptaan
suasana tertentu pada syair lagu. Gaya bunyi pada syair lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ akan diungkapkan
sebagai berikut:
Syair lagu
tersebut secara keseluruhan didominasi oleh fonem bunyi /a/. Bunyi /a/ yang
mendominasi syair lagu tersebut akan menimbulkan suasana riang, akrab, dan
gembira. Bunyi /a/ yang mendominasi syair lagu tetrsebut, sengaja dipilih oleh
pengarang untuk mencapai makna estetik tertentu dalam syair tersebut.
Timbulnya irama
pada syair lagu tersebut karena adanya asonansi (pengulangan bunyi vokal yang
sama pada rangkaian kata yang berdekatan dalam satu baris) pada tiap baris
syair lagu tersebut. Misalnya yang terdapat pada bait I baris pertama syair
lagu tersebut, terdapat bunyi /a/ yang mendominasi syair tersebut yaitu ‘di matamu masih tersimpan
selaksa peristiwa’.
Selain terdapat
pengulangan bunyi vokal, syair lagu tersebut, juga terdapat pengulangan bunyi
konsonan (aliterasi). Hal tersebut tampak pada bait III baris keempat, yaitu ‘kini
kurus dan terbungkuk hm…’
- Gaya Kata (Diksi)
Diksi dapat dikatakan sebagai pilihan
kata yang dilakukan oleh pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek makna
estetik tertentu. Untuk itu, pengarang tidak jarang menggunakan kata konotasi
disamping kata denotasi dalam penciptaan sebuah karya. Dalam syair lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ banyak memanfaaatkan kata konotasi untuk mencapai makna
estetik dalam lirik lagu tersebut.
Ekspresi yang dilakukan oleh pengarang
secara tidak langsung dapat dilakukan melalui penggantian arti, penyimpangan
arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti, Riffate (dalam Al-Ma’ruf,
2009:152). Penggantian arti dalam syair lagu tersebut berupa metafora, simile,
dan metonimia, yang kesemuanya merupakan kata-kata konotatif yang memiliki arti
kias. Penyimpangan arti terjadi dengan adanya ambiguitas dan kontradiksi.
Adapun penciptaan arti yang diciptakan oleh penyair dengan penggunaan bentuk
visual seperti persajakan dan pembaitan.
Secara keseluruhan, dalam syair lagu
‘Titip Rindu Buat Ayah’ penyair memanfaatkan kata-kata konotatif yang memiiki
arti kias. Bahasa kias tampak dominan dalam syair lagu tersebut memanfaatkan
metafora, simili, dan sarana retorika hiperbola.
Pada bait I dimanfaatkan bahasa kias
berupa majas metafora pada baris kedua, /hempasan terpahat di keningmu/ yang
merupakan perbandingan tanpa menggunaka kata pembanding. ‘hempasan’ sebagai
wahana, sedangkan ‘terpahat dalam keningmu’ sebagai tenor. Majas hiperbola juga
digunakan oleh pengarang untuk menambah nilai estetik dengan melukiskan
sesuautu secara berlebihan, yaitu pada baris ketiga /keringat mengucur deras/.
Majas metafora dimanfaatkan pada bait
II terdapat pada baris pertama /nafasmu kadang tersengal/ dan bait III baris
pertama /merah jalan ini/. Kedua baris tersebut membandingkan sesuatu tanpa
kata pembanding. Pada baris pertama ‘nafasmu’ sebagai wahana ‘kadang
tersengal’, sedangkan pada bait III baris pertama ‘merah’ sebagai wahana dan
‘jalan ini’ sebagai tenor. Majas hiperbola juga dimanfaatkan dalam bait II,
yang melukiskan sesuatu yang berlebihan. Dalam hal ini, hiperbola dimanfaatkan
untuk menyatakan begitu beratnya beban yang harus dipikul oleh ayah yang
dilukiskan dengan /memikul beban yang makin sarat/.
Majas metafora dimanfaatkan pada bait
III pada baris kedua /keriput tulang pipimu/ dan baris ketiga /legam terbakar
matahari/. ‘keriput’ pada baris kedua sebagai wahana dan ‘tulang pipimu’
sebagai tenor. Sedangkan pada baris ketiga, ‘legam’ sebagai wahana dan
‘terbakar matahari’ sebagai tenornya. Majas simile juga dimanfaatkan dalam bait
III pada baris kedua, /keriput tulang pipimu gambaran perjuangan/ yang merupkan
perbandingan sesuatu dengan menggunakan kata pembanding sebagai, bagai, ibarat,
gambaran, dll.
Majas metafora dimanfaatkan pada bait
IV untuk melukiskan ketidak kuatnya kaki melangkah sehingga sampai gemetar.
Bentuk /langkahmu kadang gemetar/ merupakan majas metafora yang
membandingkan sesuatu tanpa menggunakan kata pembanding. ‘langkahmu’ sebagai
wahana, dan ‘kadang gemetar/ sebagai tenor.
Majas metafora dimanfaatkan pada bait
VI pada baris kedua untuk melukiskan sangat keriput pada pipi sampai
digambarkan tulangnyapun ikut keriput. Bentuk /keriput tulang pipimu/.
‘keriput’ pada baris pertama sebagai wahana dan ‘tulang pipimu’ sebagai tenor.
Majas metafora dimanfaatkan pada bait
VII untuk melukiskan ketidak kuatnya kaki melangkah sehingga sampai gemetar.
Bentuk /langkahmu kadang gemetar/ merupakan majas metafora yang
membandingkan sesuatu tanpa menggunakan kata pembanding. ‘langkahmu’ sebagai
wahana, dan ‘kadang gemetar/ sebagai tenor.
3.
Gaya kalimat
Kepadatan
kalimat dan bentuk ekspresif sangat diperlukan dalam penciptaan sebuah karya.
Dalam penciptaan sebuah karya berupa syair lagu merupakan inti gagasan atau
pengalaman batin yang dikemukakannya. Hanya yang penting saja yang
diungkapkan. Oleh sebab itu hubungan antar kalimat dinyatakan secara implisit
agar kalimat balam tiap baris pada syair sebuah lagu terkesan padat.
Pemadatan
kalimat juga terdapat pada syair lagu ‘Titip
Rindu Buat Ayah’. Pemadatan kalimat dengan mengimplisitkan bagian kalimat
tertentu akan menjadika syair menjadi ringkas dan efektif juga mampu
menciptakan suasana keakraban dan kedekatan antara penyair dengan ayahnya.
Terdapat
pengulangan baris yang ditemukan walaupun bukan pada tiap bait. Secara
keseluruhan tiap baris pada syair lagu tersebut merupakan kalimat yang
diringkas sehingga jika bagian itu diluaskan maka aka menjadi:
I
Di
matamu (kini) masih tersimpan selaksa peristiwa (yang membekas)
Benturan
(pikiran) dan hempasan (pengorbanan) terpahat di keningmu
Kau
(terlihat) nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras (dikeningmu)
namun
kau tetap tabah (menghadapi kehidupan ini) hm...
II
Meski
nafasmu kadang (terdengar) tersengal
(yang
harus) memikul beban (hidupmu) yang makin sarat
kau
tetap (saja) bertahan (menghadapinya)
III
Engkau
telah mengerti hitam dan merah jalan (hidup) ini
Keriput
(yang terdapat pada) tulang pipimu (merupakan) gambaran perjuangan
Bahumu
yang dulu (nampak) kekar, (rela kau biarkan) legam terbakar matahari
kini
(nampak) kurus dan terbungkuk hm...
IV
Namun
semangat (yang kau tunjukkan) tak pernah pudar
meski
langkahmu (terlihat) kadang gemetar
kau
tetap setia (memperjuangkan kita)
V
Ayah,
dalam hening sepi (kini) kurindu (padamu)
untuk
menuai padi milik kita
Tapi
kerinduan (yang kurasakan) tinggal hanya kerinduan (semu)
(tahukah
engkau) Anakmu sekarang banyak menanggung beban (keluarga)
VI
Engkau
telah mengerti (bagaimana) hitam dan merah jalan (hidup) ini
Keriput
(yang Nampak pada) tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu
yang dulu (nampak) kekar, (rela kau biarkan) legam terbakar matahari
kini
(nampak) kurus dan (telah) terbungkuk hm...
VII
Namun
(aku melihat) semangat tak pernah pudar
meski
langkahmu (terlihat) kadang gemetar
kau
tetap setia (kepada kami)
4.
Citraan
Citraan atau
imaji dalam karya berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif,
membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu pada
pembaca. Citraan merupakan kumpulan citra (the collection of images),
yang digunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indera yang
digunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara harfiah maupun kias,
Abram (dalam Al-Ma’ruf, 2009:75-76).
Cuddon (dalam
Al-Ma’ruf, 2009:158), menjelaskan bahwa citraan kata meliputi penggunaan bahasa
untuk menggambarkan objek-objek, tindakan, perasaan, pikiran, ide, pernyataan,
dan setiap pengalaman indera yang istimewa. Citraan lazimnya akan membuat kesan
pikiran pembaca lebih terlibat dalam karya yang dihasilkan oleh pengarang.
Pembaca akan diajak untuk merasakan apa yang dirasakan oleh pengarang. Sehingga
pembaca akan lebih mudah untuk menanggapi penggambaran imaji pengarang.
Dalam syair lagu
‘Titip Rindu Buat Ayah’ penyair
memanfaatkan citraan untuk menghidupkan imaji pembaca melalui ungkapan yang
tidak langsung.
Pada bait pertama,
memanfaatkan citraan penglihatan untuk melukiskan keadaan ayah dengan
menggunakan kata-kata sudah tua dan lelah yang keringatnya mengucur,
sehingga tampak pahatan pada keninnya. Namun walau bagaimanapun kondisi yang
dialami ayah, ayah tetap sabar. Pengaranga mengajak pembaca untuk dapat mengetahui
bagaimana keadaan ayah.
Bait kedua,
pengarang memanfaatkan citraan pendengaran untuk melukiskan perjuangan ayah
dalam menghidupi keluarganya, meski nafas kadang tersengal namun ayah masih
saja bertahan memikul beban ditangannya yang makin berat.
Bait ketiga
memanfaatkan citraan penglihatanuntuk melukiskan bagaimana keadaan ayah yang
begitu semangat untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Gambaran tuleng pipi
yang keriput, serta bahu yang dulu kekar, kini kurus dan terbungkuk. Dengan
majas metafora, pembaca menjadi lebih mudah membayangkan keadaan ayah yang
dimaksudkan oleh pengarang.
Bait keempat pengarang
memanfaatkan citraan gerakan untuk melukiskan gerakan langkah kaki yang gemetar
pada baris pertama. Pengarang mencoba membangkitkan imaji pembaca melalui
kata-kata yang digunakannya.
Bait kelima pengarang
memanfaatkan citraan penglihatan untuk melukiskan keadaan ayah yang sudah
keriput tulang pipinya. Kata-kata yang digunakan oleh pengarang bertujuan untuk
membangkitkan imaji pembaca tentang kondisi ayah.
Bait ketujuh pengarang
memanfaatkan citraan penglihatan untuk melukiskan keadaan ayah yang dulu begitu
gagah yang ditunjukkan dengan kata bahumu yang dulu kekar namun kiki kurus dan
terbungkuk. Bait diatas juga memanfaatkan citraan gerak yang melukiskan langkah
kaki yang kadang gemetar yang menunjukkan begitu rapuhya ayah kini.
E. Kajian Makna Stilistika
Lirik Lagu Titip Rindu Buat Ayah
Style ‘gaya
bahasa’ merupakan sistem tanda tingkat pertama dalam konvensi sastra. Sebagai
sebuah sistem tanda maka gaya bahasa pada syair lagu ‘Titip Rindu Buat Ayah’ juga mempunyai makna yang menjadi sarana
sastra untuk mengungkapkan gagasan pengarang.
Makna dalam sebuah karya merupakan
rangkaian gagasan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Pengarang
dapatmengungkapkannya secara implisit maupun eksplisit gagasan dalam setiap karyanya.
Secara keseluruhan, syair lagu ‘Titip
Rindu Buat Ayah’ diatas mengandung makna yang menunjukkan begitu dekat dan
rindunya pengarang kepada sosok ayah dalam hidupnya.
Betapa pengarang begitu memperhatikan
ayah, sehingga pengarang dapat menggambarkan begitu detail keadaan ayah.
Kenangan bersama ayah begitu membekas. Bagaimana perjuangan ayah dalam memenuhi
kebutuhan keluarganya. Kerinduan yang dialami oleh pengarang kepada ayah yang begitu
mendalam hanyalah tingal kerinduan yang tiada berarti. Karena ayah yang penuh
dengan perjuangan dan beban yang begitu besar ditanggungnya, kini menjadi
tanggungjawabnya kerena ayahnya yang telah tiada. Hal tersebut tampak pada bait
kelima baris tiga dan empat:
Tapi kerinduan hanya tinggal kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
Kini anaknya yang harus menanggung
beban keluarganya. Namun semua kenangan bersama ayah tidak dapat
dilupakan oleh anaknya. Bagaimana perjuangan ayah melawan terik matahari yang
membakar tubuhnya, bagaimana keringat itu mengalir. Namun ayah yang begitu
tabah dan setia. Ditunjukkan pada bait pertama syair lagu tersebut:
Benturan dan hempasan terpahat dikeningmu
Kau Nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah
Keriduan yang mendalam juga dirasakan
oleh pengarang ketika berada dalam sepi. Kenangan dulu bersama ayah ketika
menuai padi bersama. Namun kerinduan itu hanya kerinduan semu. Ayah yang telah
banyak pengalaman dalam kehidupan membagi dengan anaknya. Sehingga anak yang
ketika ditinggal oleh ayahnya tidak kaget menghadapi ujian dalam kehidupannya.
Pengalaman ayah ditunjukkan pada bait kelima:
Ayah, dalam sepi kurindu
untuk menuai padi milik kita
Melalui kata yang dituliskan pengarang
dalam tiap barisnya menunjukkan begitu rindunya seorang anak kepada ayahnya.
Kata-kata yang dipilihnya menggambarkan keriduan yang tersirat.
F. Simpulan
Daftar
Pustaka
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika
Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Solo: CakraBooks
Solo.
Aminudin. 1995. Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam
Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian
Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.