A.
Pendahuluan
Karya sastra merupakan hasil kreasi
sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai
fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Sebagai sebuah karya seni yang
lazim memanfaatkan bahasa sebagai mediumnya maka bahasa sastra memiliki peran
sentral. Bahasa sastra menjadi media utama untuk mengekspresikan berbagai
gagasan sastrawan. Dengan demikian bahsa sastra sekaligus menjadi alat bagi
sastrawan sebagai komunikator untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada pembaca
sebagai komunikan atau apresiatornya.
Menurut Abrams (dalam Al-Ma’ruf, 2009:
2) bahasa satra berhubungan dengan fungsi semiotik bahasa sastra. Bahasa
merupakan system semiotik tingkat pertama (first
order semiotic), sedangkan satra merupakan system semiotik tingkat kedua (second order semiotic).
Bahasa
sastra memiliki beberapa ciri antara lain sebagai bahasa emotif dan bersifat
konotatif sebagai kebalikan bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang
rasional dan denotatif. Secara rinci, bahasa sastra memiliki sifat antara lain
emosional, konotatif, bergaya (berjiwa), dan ketidaklangsungan. Sifat sastra
yang lain dapat dilihat dari segi gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan bahasa
merupakan bahasa yang digunakan secara khusus untuk menimbulkan efek tertentu,
khususnya efeks estetis menurut Pradopo (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 4).
Sifat bahasa sastra yang lain dapat
dilihat dari segi gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan gaya bahasa yang digunakan
secara khusus untuk menimbulkan efek tertentu, khususnya efek estetis (Pradopo,
1997: 40). Keraf (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 138) menegaskan, bahwa gaya bahasa
disusun untuk mengungkapkan pikiran secara khas yang memperlihatkan perasaan
jiwa dan kepribadian penulis. Menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Al-Ma’ruf,
2009: 138) gaya bahasa itu adalah cara yang khas yang dipakai seorang untuk
mengungkapkan diri pribadi.
Genre sastra atau
jenis sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu sastra imajinatif dan nonimajinatif.
Dalam praktiknya sastra nonimajinatif terdiri atas karya-karya yang berbentuk esei, kritik, biografi, otobiografi, dan
sejarah. Yang termasuk sastra imajinatif ialah karya prosa fiksi (cerpen,
novelet, novel atau roman), puisi (puisi epik, puisi lirik, dan puisi
dramatik), dan drama (drama komedi, drama tragedi, melodrama, dan drama
tragikomedi).
Puisi marupakan suatu karya sastra
Indonesia yang merupakan penghayatan kehidupan manusia totalitas yang
dipantulkan oleh penciptanya dengan segala pribadinya, pikirannya, perasaannya,
kemauannya dan lain-lain, Situmorang (1980: 7). Dalam puisi “Burung Hitam” ini
dianalisis menggunakan pendekatan semiotik. Pendekatan ini difokuskan pada
wacana yang dianalisis tanda-tanda bahasa atau bahasa yang dipilih pengarang
untuk maksud-maksud tertentu yang terkandung di dalam puisi tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah: (1) Bagaimana style ‘gaya bahasa’ pada puisi “Burung
Hitam”
karya WS. Rendra. (2) Bagaimana tinjauan semiotika dalam puisi “Burung
Hitam”
karya WS. Rendra. Adapun tujuan tulisan ini adalah untuk: (1) Mendeskripsikan style ‘gaya bahasa’ pada puisi “Burung
Hitam”
karya WS. Rendra. (2) Mengungkapkan makna dalam puisi “Burung
Hitam”
karya WS. Rendra.
Manfaat teoritis ini adalah (1) Kajian
stilistika ini memberikan kontribusi
bagi pengembangan linguistik terapan dan studi sastra sekaligus dalam
analisis karya sastra. (2) Meletakkan dasar-dasar bagi penelitian stilistika
karya sastra yang lain, baik puisi, lirik lagu, maupun teks drama/lakon. Adapun
manfaat praktis kajian ini adalah: (1) Memberikan pemahaman kepada pemerhati
sastra dalam mengapresiasi karya sastra yang ditinjau dari stilistika. (2) Memberikan
alternatif bahan ajar yang relatif masih jarang bagi para pengajar bahasa dalam
pembelajaran stilistika.
B.
Kajian
Teoritis
Karya sastra yang dibahas dalam penelitian ini
adalah puisi dengan fokus gaya bahasa dengan menggunakan teori stilistika. Beberapa
konsep teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini akan dideskripsikan sebagai
berikut.
1.
Style’ Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa adalah cara pemakian bahasa dalam karangan atau bagaimana seorang
pengarang menggunakan sesuatu yang akan dikemukakan, menurut Abrams (dalam
Al-Ma’ruf, 2009: 142). Gaya bahasa dalam karya sastra dipakai pengarang sebagai
sarana retorika dengan mengeksploitasi dan memanipulasi potensi bahasa. Sarana
retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran, menurut
Altenberd dan Lewis (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 7-9).
Gaya
bahasa sebagai gejala penggunaan sistem tanda, dapat dipahami bahwa gaya bahasa
pada dasarnya memiliki sejumlah matra hubungan. Matra hubungan tersebut dapat
dikaitkan dengan dunia proses kreatif pengarang, dunia luar yang dijadikan
obyek dan bahan penciptaan, fakta yang terkait dengan aspek internal kebahasaan
itu sendiri, dan dunia penafsiran penanggapnya (Aminuddin, 1995: 54).
Sesuai
dengan pengertian stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam
menggunakan sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan, dari
kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk karya sastra itu yang dijadikan
sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan system tandanya (Aminuddin, 1995: 46).
2.
Puisi
Secara etimologi, istilah puisi
berasal dari bahasa Yunani poeima ‘membuat’ atau poeisis ‘pembuatan’, dan
dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisis diartikan “membuat” dan
“pembuatan” karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu
dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu,
baik fisik maupun batiniah.
Menurut Riffatere (dalam
Al-Ma’ruf,
2009: 4) ketaklangsungan bahasa puisi
disebabkan oleh tiga hal, yakni
penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting
of meaning), dan penciptaan arti (creating
of meaning). Selain itu, penyair juga menggunakan bahasa yang tidak
lazim dalam puisinya. Tujuan penyair memasukkan bahasa yang tidak lazim
tersebut untuk memperindah tatanan bahasa puisi dan lebih menekankan nilai
kesenian, bahasa tidak lazim biasanya berwujud bahasa figuratif.
Puisi merupakan
karya sastra yang dimana karya sastra itu bersifat imajinatif yang banyak
menggunakan makna kias dan makna lambang (majas). Pengkajian puisi yang
dilakukan untuk menafsirkan sebuah karya sastra nyatanya masih dipandang remeh
oleh sebagian kecil manusiawi, padahal bila kita memikirkan kembali bahwa
tujuan dilakukannya pengkajian puisi merupakan sebagai suatu upaya untuk
mengenal lebih jauh tentang makna yang terkandung dalam puisi itu sendiri.
Meskipun demikian, orang tidak dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa
mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna dan
mempunyai arti.
3.
Teori
Stilistika
Stilika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji
unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan
sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka
menuangkan gagasannya (subject matter).
Menurut Abrams (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 19) mengemukakan stilistika
kesusastraan merupakan metode analisis karya sastra. Stilistika dimaksudkan
untuk menggantikan kritik sastra yang subjektif dan impresif dan ilmiah.
Ratna (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 10) menyatakan, stilistika merupakan
ilmu yang menyelidiki pemakai bahasa dalam karya satra, dengan mempertimbangkan
aspek-aspek keindahannya. Menurut Junus (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 11), hakikat
stilistika adalah studi mengenai pemakaian bahasa dalam karya sastra.
Stilistika dipakai sebagai ilmu gabungan, yakni linguistik dan ilmu sastra.
Stilistika sebagai ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa dalam karya sastra yang
berorientasi linguistik atau menggunakan parameter linguistik.
4.
Teori Semiotik
Menurut
Pradopo (1995: 119-120) semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda.
Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Menurut
Pradopo (1995: 119) semiotik adalah ilmu tanda-tanda. Tanda mempunyai dua aspek
yaitu petanda (signifier) dan petanda
(signified). Penanda adalah bentuk
formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah
sesuatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya.
Jenis-jenis
tanda yang utama ialah ikon, indeks, dan
simbol. Ikon adalah tanda yang
menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan
petandanya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat)
antara penanda dan petandanya. Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya
bersifat arbitrer.
C.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif. Pada hakikatnya penelitian kualitatif menitikberatkan pada analisis
isi (content analysis), yaitu penelitian yang mementingkan pengkajian
isi dengan tujuan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam objek penelitian
yang dijabarkan secara verba. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005: 8),
metode deskriptif merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan jalan
mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan dan menginterpretasikan data.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan mengumpulkan
data, mengklasifikasikan data dan menginterpretasikan data. Penelitian ini
mengkaji dan mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam puisi
“Burung
Hitam”
karya WS. Rendra.
Data penelitian ini adalah gaya bahasa yang terdapat dalam puisi
“Burung
Hitam”
karya WS. Rendra. Sumber data yaitu teks lirik
puisi “Burung
Hitam”
karya WS. Rendra.
D.
Hasil
dan Pembahasan
Kajian
stilistika puisi “Burung Hitam”
karya WS. Rendra akan dibagi
dalam lima aspek yaitu gaya bunyi, gaya kata (diksi), gaya kalimat, bahasa
figuratif dan citraan, setelah itu akan dikaji dengan kajian semiotik. Sebelumnya
akan dipaparkan puisi “Burung Hitam”
karya WS. Rendra.
Burung
Hitam
Burung
hitam manis dari hatiku
Betapa cekatan dan rindu sepi syahdu
Burung hitam adalah buah pohonan
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Betapa cekatan dan rindu sepi syahdu
Burung hitam adalah buah pohonan
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Ia minum
pada kali yang disayang
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam
1.
Gaya
Bunyi
Fonem atau
gaya bunyi merupakan unsure lingual terkecil dalam satuan bahasa yang dapat
menimbulkan dan/atau membedakan arti tertentu. Fonem terbagi menjadi vocal
(bunyi hidup seperti a, i, e, o, u) dan konsonan (bunyi mati seperti b, f, g,
h, j, l, k dan sebagainya).Rima
yang digunakan dalam puisi “Burung Hitam” pada bait pertama secara keseluruhan
menggunakan pola aabb. Hal tersebut
dibuktikan pada lirik puisi pada bait pertama.
Burung hitam manis dari hatiku,
Betapa cekatan dan rindu sepi
syahdu,
Burung hitam adalah buah pohonan,
Burung hitam di dada adalah
bebungaan.
Pada bait
tersebut puisi “burung hitam” menggunakan akhiran kata yang perpola aabb. Pada
baris pertama berakhir dengan kata hatiku,
kemudian pada baris kedua berakhir dengan kata syahdu. Pada baris kesatu dan kedua memiliki akhiran yang sama
yaitu berakhir dengan bunyi u. Pada
baris ketiga berakhir dengan kata pepohonan,
kemudian pada baris keempat berakhir dengan kata bebungaan. Pada baris ketiga dan keempat memiliki akhiran yang sama
yaitu berakhir dengan bunyi a.
Dalam
puisi “Burung Hitam”, bunyi berperan penting karena bunyi menimbulkan efek dan
kesan tertentu. Puisi secara keseluruhan didominasi oleh adanya bunyi /a/ pengarang menggunakan /a/ misalnya
seperti.
Ia minum pada kali yang disayang
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si
burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang
terpendam
Pemakaian bunyi /a/ disini sebagai
sikap yang sulit diterka, berani, kuat dan bentuk penegasan, misalnya pada
puisi “Burung Hitam” Ia minum pada kali yang disayang, Ia tidur di daunan bergoyang,
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam,
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam.
Bukan dari lambang kesedihan atau duka yang biasanya orang artikan. Jadi pada
intinya sang penyair menempatkan kata atau kalimat kunci di akhir baris
puisinya.
2.
Gaya
Kata (Diksi)
Diksi dapat diartikan sebagai
pilihan kata-kata yang dilakukan oleh pengarang guna menciptkan efek makna
tertentu.Dalam konteks ini pengertian denotasi dan konotasi tidak boleh
diabaikan. Denotasi ialah arti lugas, yang sesuai dengan kamus, sedangkan
konotasi adalah arti kias, yang diasosiasikan atau disarankannya. Diksi berarti
pemilihan dan penyusunan kata-kata dalam tuturan atau penulisan bisa juga
dibilang pilihan leksikal dalam penulisan.
Diksi berguna menghidupkan dan
melukiskan gambaran yang jelas sesuai dengan gagasan yang akan disampaiakan,
pengarang Puisi “Burung Hitam” banyak memanfatkan kata konotatif disamping kata
konkret. Untuk menekakan aspek estetis pengarang mengunakan kata yang diulang dalam
puisi yaitu kata “Burung Hitam” Bait. Banyak kata konotatif ataupun abstrak
yang muncul dalam puisi ini sebagai berikut: /kalian/.
Selain kata konotatif, dalam puisi
ini juga memanfaatkan kata konkret yang memiliki arti denotatif. Pemanfaatan
kata konkret juga penting berguna untuk melukiskan sesuatu secara langsung
sehingga jelas gambarannya. Dalam keseluruhan lirik lagu kata konkret
dilukiskan dengan “cintaku”. Sehingga dalam puisi tersebut objeknya adalah
kekasih yang diinginkan ada disampingnya atau merindukan pujangganya.
3.
Gaya
Kalimat
Unsur ketiga yang membentuk wujud
verbal adalah kalimat, yakni cara pengarang menyusun kalimat-kalimat dalam
karyanya. Gaya kalimat ialah penggunaan sautu kalimat untuk memperoleh efek
tertentu, misalnya inverse, gaya kalimat tanya, perintah dan elips. Demikian
juga dengan karakterisitknya.
Untuk membentuk wujud verbal karya
sastra dan menentukan gaya pengarang adalah kalimat, yakni cara pengarang
menyusun kalimat-kalimat dalam karyanya. Dalam penyusunan puisi “Burung Hitam”
ini pencipta tidak menggunakan pemadatan kalimat, namun pencipta menggunakan
bahasa yang ekspresif untuk menimbulkan kesan estetikanya.
Dengan menggunakan kata ganti orang
Peratama dan kata ganti orang ketiga yang terlihat dalam keseluruhan tiap
barisnya, Penggunaan kata ganti tersebut akan nampak pada analisis berikut ini.
Bait 1
Burung hitam manis dari hatiku
Betapa cekatan dan rindu sepi syahdu
Burung hitam adalah buah pohonan
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Penggantian kata ganti orang pertama
yang di garis bawah pada bait 1 menyampaikan makna khusus yaitu menggambarkan
Dia gunakan kata hitam sebagai sikap yang sulit diterka, berani, kuat dan
bentuk penegasan. Bukan dari lambang kesedihan atau duka yang biasanya orang
artikan. Jadi pada intinya sang penyair menempatkan kata atau kalimat kunci di
akhir baris puisinya. Burung hitam adalah cintaku yang terpendam. Ini bermaksud
sang penyair menggunakan burung hitam sebagai lambang yang mewakili perasaannya
tentang rasa jatuh cintanya kepada seseorang. Satu hal yang jarang orang
gunakan untuk mewakili perasaan yang sedang jatuh cinta.Sebuah puisi yang
sangat menarik.
Bait 2
Ia minum pada kali yang disayang
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam
Sedangkan penggantian kata ganti
orang ketiga yang di garis bawah pada bait 2 menyampaikan makna khusus yaitu
menunjukan pengarang menginginkan cintanya kembalis disisinya. Semisal ia minum
pada kali yang disayang itu menunjukan bahwa cintanya pernah meminum rasa dari
manisnya kasih saying darinya.
Dari kajian gaya kalimat di atas
dapat dikemukakan bahwa dalam puisi “Burung Hitam” tersebut terlihat adanya
penggantian kata ganti orang dengan gaya implicit. Penggantian kata ganti orang
tersebut tidak mengganggu hubungan antar kalimat melainkan justru menambah
efektifitas kalimat dan menimbulkan efek makna khusus sekaligus mampu mencapai
efek estetis.
4.
Bahasa
Figuratif (Figuratif
Language)
Berguna menghidupkan dan melukiskan
gambaran yang jelas sesuai gagasan yang akan di sampaiakan, pencipta puisi
“Burung Hitam” banyak memanfatkan
simile, metafora, personifikasi, repetisi.
Simile adalah simile
adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara tidak langsung dengan
perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung,
seperti layaknya, bagaikan, dll. Metafora adalah majas yang mengungkapkan
ungkapan secara langsung berupa perbandingan.
Majas
Personifikasi adalah Personifikasi adalah majas yang memberikan sifat-sifat
manusia pada benda mati. Majas Repetisi adalah Perulangan kata, frase, dan
klausa yang sama dalam suatu kalimat.
a)
Metafora
Ialah
membandingkan dua hal yang berbeda tetapi tidak menggunakan kata
pembanding. Dalam puisi yang berjudul
“Burung Hitam” ini terdapat majas metafora, dalam kutipan sebagai berikut :
Burung
hitam adalah cintaku yang terpendam
Di
baris ini penyair membandingkan rasa cintanya dengan burung hitam.
Burung
hitam adalah buah pohonan
Di
baris ini penyair membandingkan burung hitam dengan pepohonan.
Burung
hitam di dada adalah bebungaan
Di
baris ini sang penyair juga membandingkan burung hitam di dada dengan
bebungaan.
b)
Personifikasi
Ialah
memperlakukan benda seperti layaknya manusia yang bersifat klise, epigon atau
plagiat. Dalam puisi yang berjudul “Burung Hitam” ini terdapat majas
personifikasi, dalam kutipan sebagai berikut :
Ia
tidur di daunan bergoyang.
Di
baris ini penyair membandingkan daun yang bergoyang seperti sifat manusia.
c)
Repetisi
Ialah
bentuk perulangan kata yang terdapat dalam puisi’
Dalam puisi yang berjudul “Burung Hitam” ini terdapat repetisi, dalam kutipan sebagai berikut :
Dalam puisi yang berjudul “Burung Hitam” ini terdapat repetisi, dalam kutipan sebagai berikut :
Burung
hitammanis
dari hatiku
Burung
hitamadalah
buah pohonan
Burung
hitam di
dada adalah bebungaan
Burung
hitam
adalah cintaku yang terpendam
Di
baris kesatu, ketiga, keempat dan kedelapan penyair mengulang kata burung
hitam.
Iaminum pada kali yang disayang
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung
hitam
Di
baris kelima, keenam dan ketujuh penyair mengulang kata ia.
5.
Citraan
Setiap gambaran pikiran disebut
citra atau imaji (image). Gambaran pikiran itu adalah efek dalam pikiran yang
sangat menyerupai (lukisan) yang dihasilkan oleh penangkapan pembaca terhadap
suatu objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah
otak yang berhubungan (yang bersangkutan).
Citraan atau imaji dalam karya
sastra berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk
gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu pada pembaca. Dalam
puisi “Burung Hitam” pencipta memanfaatkan citraan untuk menghidupkan imajinasi
pembaca melalui ungkapan yang tidak langsung, sepeti pada bait 2.
Burung hitam manis dari hatiku
Betapa cekatan dan rindu sepi syahdu
Burung hitam adalah buah pohonan
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Betapa cekatan dan rindu sepi syahdu
Burung hitam adalah buah pohonan
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Ia minum pada kali yang disayang
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam
Ia tidur di daunan bergoyang
Ia bukanlah dari duka meski si burung hitam
Burung hitam adalah cintaku yang terpendam
Pencipta memanfaatkan citraan
gerakan tergambar pada bait 2 dalam kata “Burung hitam adalah cintaku yang
terpendam” untuk melukiskan bahwa Burung hitam di sini adalah bermakna
kecintaan sang penyair kepada pujaan hati yang begitu kuat, diselimuti dengan
kesetiaan yang bersifat tak bisa diterka dan terkesan misteri atau
dirahasiakan.
E.
Kajian
Makna Stilistika Puisi ‘Burung Hitam’ Karya WS. Rendra
Makna karya satra merupakan
formulasi gagasan-gagasan yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.
Mengacu teori semiotik, karya sastra merupakan sistem komunikasi tanda. Oleh
karena itu, papaun yang tercantum dalam karya sastra merupakan tanda yang mengandung
makna yang implisit di balik ekspresi bahasa yang eksplisit.
Makna yang terkandung dalam puisi
“Burung Hitam” dapat dipaparkan sebagai berikut.
Burung hitam manis dari hatiku
Bermakna
:
Burung adalah hewan
yang perkasa dan bijaksana, sering disebut binatang yang memiliki sifat setia
kepada pasangannya. Hitam adalah bermakna keberanian, ketenangan, kuat, misteri
dan memperlihatkan ketegasan. Manis adalah satu hal yang indah dan rupawan,
menyenangkan
Sehingga pada baris pertama bermakna ungkapan jiwa sang penyair yang mempunyai perasaan kepada sang pujaan hati di dalam hatinya, dia memiliki keberanian yang kuat dan dengan kesetiaan dia mengungkapkan perasaannya itu sehingga terasa manis ataupun menyenangkan.
Sehingga pada baris pertama bermakna ungkapan jiwa sang penyair yang mempunyai perasaan kepada sang pujaan hati di dalam hatinya, dia memiliki keberanian yang kuat dan dengan kesetiaan dia mengungkapkan perasaannya itu sehingga terasa manis ataupun menyenangkan.
Betapa cekatan dan rindu sepi syahdu
Bermakna
:
Cekatan
adalah pergerakan yang sangat cepat . Rindu sepi syahdu adalah penggambaran
suasana merindu kepada pujaan hati saat kesepian melanda sang penyair dan
semuanya itu dinikmatinya dengan syahdu Sehingga pada baris ke dua ini bermakna
perasaan penyair yang bergolak di jiwanya mengalir begitu cepat dan nada
kerinduaan saat ia berada di kesepian. Sang penyair selalu merasa kerinduan
yang begitu cepat melanda jiwanya saat tak bertemu sang pujaan hatinya.
Burung hitam di dada adalah bebungaan
Bermakna
:
Burung
adalah hewan yang perkasa dan bijaksana, sering disebut binatang yang memiliki sifat
setia kepada pasangannya. Hitam adalah bermakna keberanian, ketenangan, kuat,
misteri dan memperlihatkan ketegasan. Bebungaan adalah salah satu hal yang
membuat hati berdebar-debar dan sangat menyenangkan Sehingga pada baris ke tiga
ini bermakna sang penyair mengungkapkan tentang perasaan cinta kepada sang
pujaan hati yang sangat menggelora di dalam dadanya.
Ia minum pada kali yang disayang
Bermakna
:
Minum
adalah simbol seseorang yang melepaskan dahaganya karena haus. Kali yang
disayang adalah suatu tempat yang diyakini penyair mampu melepaskan rasa dahaga
saat merasa sangat kehausan Sehingga pada baris ke empat ini bermakna ketika
sang penyair mulai merasakan dahaga akan cinta dari pujaan hatinya itu maka
tempat untuk melepaskan dahaganya itu ya seorang pujaannya itu.
Ia tidur di daunan bergoyang
Bermakna
:
Tidur
di daunan bergoyang adalah melambangkan diri penyair yang tidak sulit tidur
karena ada hal yang mengganggu hatinya Sehingga pada baris kelima ini bermakna
sang penyair yang tidak bisa tidur karena ada kegundahan dan keresahan hati
saat memikirkan pujaan hatinya.
Ia bukanlah dari duka meski si burung
hitam
Bermakna
:
Si
burung hitam bermakna satu ungkapan jiwa sang penyair tentang perasaannya yang
memberanikan diri mengagumi pujaan hatinya dengan kesetiaan . Sehingga pada
baris ke enam ini bermakna ungkapan jiwa sang penyair yang mengungkapkan
perasaannya kepada pujaan hati dengan sifat setia dan menyembunyikan
perasaannya tersebut dan meski dilambangkan dengan hitam namun tak
mengartikannya dengan kesedihan melainkan keuatan dan ketegasan dari perasaan
itu sendiri.
Burung hitam adalah cintaku yang
terpendam
Bermakna
:
Burung hitam
adalah satu ungkapan jiwa sang penyair tentang perasaannya yang memberanikan
diri mengagumi pujaan hatinya dengan kesetiaan , Sehingga pada baris terakhir
ini bermakna sebuah ungkapan jiwanya yang terpendam dan ia lambangkan dengan
burung hitam yang berarti perasaannya kepada sang pujaan hatinya yang begitu
menggebunamun tetap kuat tersimpan dalam hati.
F.
Simpulan
Daftar
Pustaka
Al-Ma’ruf, Ali Imron.
2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa.
Surakarta: Cakra Books.
Aminudin. 1995.
Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Moleong, Lexy J. 2005.
Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pradopo, Rachmat Djoko.
1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kuta.
2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Situmorang. 1980. Puisi
dan Metodologi Pengajarannya. Medan: Nusa Indah.